Posted by Anak
Sultan pada Maret 13, 2007

Menurut berbagai keterangan asal kata madihin dari kata madah, sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia karena ia menyanyikan syair-syair yang berasal dari kalimat akhir bersamaan bunyi. Madah bisa juga diartikan sebagai kalimat puji-pujian (bahasa Arab) hal ini bisa dilihat dari kalimat dalam madihin yang kadangkala berupa puji-pujian. Pendapat lain mengatakan kata madihin berasal dari bahasa Banjar yaitu papadahan atau mamadahi (memberi nasihat), pendapat ini juga bisa dibenarkan karena isi dari syairnya sering berisi nasihat.
Asal mula timbulnya kesenian madihin sulit ditegaskan. Ada yang berpendapat
dari kampung Tawia, Angkinang, Hulu Sungai Selatan. Dari Kampun Tawia inilah
kemudian tersebar keseluruh Kalimantan Selatan bahkan Kalimantan Timur. Pemain
madihin yang terkenal umumnya berasal dari kampung Tawia. Ada juga yang
mengatakan kesenian ini berasal dari Malaka sebab madihin dipengaruhi oleh
syair dan gendang tradisional dari tanah semenanjung Malaka yang sering dipakai
dalam mengiringi irama tradisional Melayu asli.
Cuma yang jelas madihin hanya mengenal bahasa Banjar dalam semua syairnya
yang berarti orang yang memulainya adalah dari suku Banjar yang mendiami
Kalimantan Selatan, sehingga bisa dilogikakan bahwa madihin berasal dari
Kalimantan Selatan. Diperkirakan madihin telah ada semenjak Islam menyebar di
Kerajaan Banjar lahirnya dipengaruhi kasidah.
Pada waktu dulu fungsi utama madihin untuk menghibur raja atau pejabat
istana, isi syair yang dibawakan berisi puji-pujian kepada kerajaan. Selanjutnya
madihin berkembang fungsi menjadi hiburan rakyat di waktu-waktu tertentu,
misalnya pengisi hiburan sehabis panen, memeriahkan persandingan penganten dan
memeriahkan hari besar lainnya.
Kesenian madihin umumnya digelarkan pada malam hari, lama pergelaran biasanya
lebih kurang 1 sampai 2 jam sesuai permintaan penyelenggara. Dahulu
pementasannya banyak dilakukan di lapangan terbuka agar menampung penonton
banyak, sekarang madihin lebih sering digelarkan di dalam gedung tertutup.
Madihin bisa dibawakan oleh 2 sampai 4 pemain, apabila yang bermain banyak
maka mereka seolah-olah bertanding adu kehebatan syair, saling bertanya jawab,
saling sindir, dan saling kalah mengalahkan melalui syair yang mereka ciptakan.
Duel ini disebut baadu kaharatan (adu kehebatan),
kelompok atau pemadihinan yang terlambat atau tidak bisa membalas syair dari
lawannya akan dinyatakan kalah. Jika dimainkan hanya satu orang maka
pemadihinan tersebut harus bisa mengatur rampak gendang dan suara yang akan
ditampilkan untuk memberikan efek dinamis dalam penyampaian syair. Pemadihinan
secara tunggal seperti seorang orator, ia harus pandai menarik perhatian
penonton dengan humor segar serta pukulan tarbang yang memukau dengan irama
yang cantik.
Dalam pergelaran madihin ada sebuah struktur yang sudah baku, yaitu:
- Pembukaan, dengan melagukan sampiran sebuah pantun yang diawali pukulan tarbang disebut pukulan pembuka. Sampiran pantun ini biasanya memberikan informasi awal tentang tema madihin yang akan dibawakan nantinya.
- Memasang tabi, yakni membawakan syair atau pantun yang isinya menghormati penonton, memberikan pengantar, ucapan terima kasih dan memohon maaf apabila ada kekeliruan dalam pergelaran nantinya.
- Menyampaikan isi (manguran), menyampaikan syair-syair yang isinya selaras dengan tema pergelaran atau sesuai yang diminta tuan rumah, sebelumnya disampaikan dulu sampiran pembukaan syair (mamacah bunga).
- Penutup, menyimpulkan apa maksud syair sambil menghormati penonton memohon pamit ditutup dengan pantun penutup.
Saat ini pemadihin yang terkenal di Kalimantan Selatan adalah John Tralala
dan anaknya Hendra.
Link ke posting ini :
http://kerajaanbanjar.wordpress.com/2007/03/13/madihin/
http://kerajaanbanjar.wordpress.com/2007/03/13/madihin/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar