Sastra (Sanskerta: शास्त्र, shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia
kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau
sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Yang
agak bias adalah pemakaian istilah sastra dan sastrawi. Segmentasi
sastra lebih mengacu sesuai defenisinya sebagai sekedar teks. Sedang
sastrawi lebih mengarah pada sastra yang kental nuansa puitis atau
abstraknya. Istilah sastrawan adalah salah satu contohnya, diartikan
sebagai orang yang menggeluti sastrawi, bukan sastra.
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa.
Sedangkan Sastra Indonesia, adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra di Asia Tenggara.
Istilah "Indonesia" sendiri mempunyai arti yang saling melengkapi
terutama dalam cakupan geografi dan sejarah politik di wilayah tersebut.
Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah Kepulauan Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk kepada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan Bahasa Melayu (dimana bahasa Indonesia adalah satu turunannya). Dengan pengertian kedua maka sastra ini dapat juga diartikan sebagai sastra yang dibuat di wilayah Melayu (selain Indonesia, terdapat juga beberapa negara berbahasa Melayu seperti Malaysia dan Brunei), demikian pula bangsa Melayu yang tinggal di Singapura.
Dr.
Abdullah Dahana Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia berkesimpulan bahwa istilah Sastra telah mengalami
penyempitan arti, “Kebanyakan kaum awam menganggap sastra hanyalah ilmu
yang mengurusi kesusastraan saja. Padahal arti sastra sesungguhnya itu
sendiri adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan secara luas. Itulah
salah satu penyebab Fakultas Sastra berganti baju menjadi Fakultas Ilmu
Budaya.”
Menurut KBBI arti sastra adalah:
a. bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari);
b. karya
tulis, yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai
ciri keunggulan seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan
ungkapannya.
Jadi apa
definisi sastra itu? Mari kita cari! (be a winner, not a loser). Ada
sebuah dialog bapak dengan anak yang saya temukan di situs penerbit
Mizan tentang pengajaran dan penggambaran sastra. Sebuah artikel yang
cukup menarik! Dalam bahasa Inggris kita mengenal kata literature,
diserap menjadi literatur ke dalam bahasa Indonesia. Arti literature
(menurut kamus online WorldNet) adalah:
a. creative writing of recognized artistic value
b. the humanistic study of a body of literature; “he took a course in French literature”
c. published
writings in a particular style on a particular subject; “the technical
literature”; “one aspect of Waterloo has not yet been treated in the
literature”
d. the profession or art of a writer; “her place in literature is secure”
Apakah sastra memiliki definisi yang sama dengan literature?
Jika melihat perbandingan arti dua kamus di atas terdapat perbedaan bahwa arti literatur dalam bahasa Inggris memiliki arti yang lebih lebar dibandingkan arti sastra dalam bahasa Indonesia.
Jika melihat perbandingan arti dua kamus di atas terdapat perbedaan bahwa arti literatur dalam bahasa Inggris memiliki arti yang lebih lebar dibandingkan arti sastra dalam bahasa Indonesia.
Sebuah
pepatah mengatakan “Bahasa menunjukkan bangsa”, pepatah ini benar
sebagai eksistensi sebuah bangsa di dunia. Siapa lagi yang harus
berbahasa Indonesia selain kita sendiri supaya tidak kehilangan
identitas diri?
Bahasa,
selain dipertahankan sebagai warisan budaya pula harus dikembangkan,
salah satu yang penting adalah kosakata baru. Sebenarnya kosakata baru
yang murni diciptakan oleh orang Indonesia itu ada, seperti contohnya
adalah pindai (scan), tikalas (subscript), tikatas (superscript). Tapi
siapa yang menggunakan? Apakah publikasi lembaga bahasa kurang? atau
justru lembaga bahasa tidak mempublikasikan apa-apa?
Selain
mencari kombinasi dari 26 karakter latin sebagai kosakata baru, bahasa
Indonesia memiliki metoda tersendiri untuk membentuk inovasi kosakata
yaitu dengan sisipan ataupun imbuhan. Contoh yang paling umum adalah
kinerja (performance) yang berasal dari kerja atau sinambung
(continuous) dari kata sambung. Mengapa tidak kita ciptakan misalnya
tinembak, pinanjang, pinendek, sinempit atau linuas?
Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah:
2. Pengertian Sastrawan
Sastrawan adalah istilah bagi orang-orang yang menghasilkan karya sastra seperti novel, puisi, sajak, naskah sandiwara dan lain-lain. Oleh karena itu, penyair, penulis, pujangga,
serta profesi-profesi terkait lainnya bisa dikelompokkan sebagai
sastrawan juga. Seorang teman bertanya kepada saya “Apa sih definisi
sastra?”. Ia seorang penulis novel yang kebingungan mendefinisikan
sastra yang sekaligus juga membuat saya kebingungan karena seorang yang
sudah menulis novel bingung dengan definisi sastra. Dan kini saya akan
membuat anda juga kebingungan membaca tulisan ini. Menurut saya, sastra
adalah perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Tulisan adalah media
pemikiran yang tercurah melalui bahasa, bahasa yang bisa
direpresentasikan dalam bentuk tulisan, media lain bisa saja berbentuk
gambar, melodi musik, lukisan ataupun karya lingkungan binaan
(arsitektur).
Sastra
menjadi bagian dari budaya masyarakat. Sastra yang memuat materi yang
tinggi dipelihara secara turun-temurun oleh para pujangga, banyak yang
secara lisan karena media tulisan sangat terbatas, hanya daun lontar.
Ada tudingan kepada guru-guru sekolah atau kurikulum pendidikan formal
yang mengakibatkan keterasingan sastra dalam kehidupan bermasyarakat,
seperti tendensi bahwa sebuah karya sastra adalah harus indah, menawan,
cantik dsb. Kenyataannya guru-guru pengajar tidak lebih dari makelar
atau mak comblang yang menawarkan produk-produk sastra kepada muridnya
dengan gaji yang rendah, hingga kini. Berapa banyak yang kita
(media/masyarakat) anggap sebagai sastrawan tapi bukanlah guru bahasa
atau lulusan pendidikan bahasa sebuah sekolah tinggi? Salah satu upaya
keterasingan sastra dalam kaitannya dengan budaya masyarakat adalah
Universitas Indonesia mengganti Fakultas Sastra menjadi Fakultas Ilmu
Budaya.
3. Periodisasi
Sastra Indonesia terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
· lisan
· tulisan
Secara urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan:
· Angkatan Pujangga Lama
· Angkatan Sastra Melayu Lama
· Angkatan Balai Pustaka
· Angkatan Pujangga Baru
· Angkatan 1945
· Angkatan 1950 - 1960-an
· Angkatan 1966 - 1970-an
· Angkatan 1980 - 1990-an
· Angkatan Reformasi
· Angkatan 2000-an
a. Pujangga Lama
Salah satu halaman Hikayat Abdullah
Pujangga
lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang
dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di dominasi
oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat.
Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat
meliputi sebagian besar negara pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya.
Di Sumatera bagian utara muncul karya-karya penting berbahasa Melayu,
terutama karya-karya keagamaan. Hamzah Fansuri adalah yang pertama di antara penulis-penulis utama angkatan Pujangga Lama. Dari istana Kesultanan Aceh pada abad XVII muncul karya-karya klasik selanjutnya, yang paling terkemuka adalah karya-karya Syamsuddin Pasai dan Abdurrauf Singkil, serta Nuruddin ar-Raniri.
Karya Sastra Pujangga Lama
1) Sejarah
· Sejarah Melayu (Malay Annals)
2) Hikayat
|
|
3) Syair
· Syair Raja Mambang Jauhari
· Syair Raja Siak
4) Kitab agama
· Syarab al-'Asyiqin (Minuman Para Pecinta) oleh Hamzah Fansuri
· Asrar al-'Arifin (Rahasia-rahasia para Gnostik) oleh Hamzah Fansuri
· Nur ad-Daqa'iq (Cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsuddin Pasai
· Bustan as-Salatin (Taman raja-raja) oleh Nuruddin ar-Raniri
5) Sastra Melayu Lama
Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 - 1942, yang berkembang dilingkungan masyarakat Sumatera seperti "Langkat, Tapanuli, Minangkabau
dan daerah Sumatera lainnya", orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa.
Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk
syair, hikayat dan terjemahan novel barat.
Karya Sastra Melayu Lama
|
|
b. Angkatan Balai Pustaka
Abdul Muis sastrawan Indonesia Angkatan Balai Pustaka
Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
Balai
Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari
bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang
banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi
politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu
bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.
Nur Sutan Iskandar
dapat disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka" oleh sebab banyak
karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal
kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel
Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah "novel Sumatera", dengan
Minangkabau sebagai titik pusatnya.
Pada masa ini, novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan
menjadi karya yang cukup penting. Keduanya menampilkan kritik tajam
terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu. Dalam
perkembangannya, tema-teman inilah yang banyak diikuti oleh
penulis-penulis lainnya pada masa itu.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka:
· Azab dan Sengsara (1920)
· Binasa kerna Gadis Priangan (1931)
2) Marah Roesli
· Siti Nurbaya (1922)
· La Hami (1924)
· Anak dan Kemenakan (1956)
· Tanah Air (1922)
· Indonesia, Tumpah Darahku (1928)
· Ken Arok dan Ken Dedes (1934)
· Cinta yang Membawa Maut (1926)
· Salah Pilih (1928)
· Karena Mentua (1932)
· Tuba Dibalas dengan Susu (1933)
· Hulubalang Raja (1934)
· Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)
· Tak Disangka (1923)
· Sengsara Membawa Nikmat (1928)
· Tak Membalas Guna (1932)
· Memutuskan Pertalian (1932)
· Darah Muda (1927)
· Asmara Jaya (1928)
· Pertemuan (1927)
8) Abdul Muis
· Salah Asuhan (1928)
· Pertemuan Djodoh (1933)
· Menebus Dosa (1932)
· Si Cebol Rindukan Bulan (1934)
· Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)
c. Pujangga Baru
Sutan Takdir Alisjahbana pelopor Pujangga Baru
Pujangga
Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh
Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut,
terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan
kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual,
nasionalistik dan elitis.
Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karyanya Layar Terkembang,
menjadi salah satu novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra
Indonesia. Selain Layar Terkembang, pada periode ini novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Kalau Tak Untung menjadi karya penting sebelum perang.
Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :
- Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
- Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru
|
|
d. Angkatan 1945
Chairil Anwar pelopor Angkatan 1945
Pengalaman
hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan
Angkatan '45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya
Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik. Karya-karya sastra
pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut
kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar.
Sastrawan angkatan '45 memiliki konsep seni yang diberi judul "Surat
Kepercayaan Gelanggang". Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan
angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati
nurani. Selain Tiga Manguak Takdir, pada periode ini cerpen Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma dan Atheis dianggap sebagai karya pembaharuan prosa Indonesia.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945
o Kerikil Tajam (1949)
o Deru Campur Debu (1949)
2) Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar
- Tiga Menguak Takdir (1950)
3) Idrus
- Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
- Aki (1949)
- Perempuan dan Kebangsaan
- Atheis (1949)
- Katahati dan Perbuatan (1952)
- Suling (drama) (1948)
- Tambera (1949)
- Awal dan Mira - drama satu babak (1962)
7) Suman Hs.
- Kasih Ta' Terlarai (1961)
- Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
- Pertjobaan Setia (1940)
e. Angkatan 1950 - 1960-an
Pramoedya Ananta Toer novelis generasi 1950-1960
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin.
Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita
pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956
dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.
Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di antara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 - 1960-an
f. Angkatan 1966 - 1970-an
Taufik Ismail sastrawan Angkatan 1966
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis. Semangat avant-garde
sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan
ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya
sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd.
Penerbit Pustaka Jaya
sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa
ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok
ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.
Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail, dan banyak lagi yang lainnya.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966
g. Angkatan 1980 - 1990an
Hilman Hariwijaya penulis cerita remaja pada dekade 1980 dan 1990
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy Sylado,
Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet
Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor
Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.
Nh. Dini
(Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol
pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai.
Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya
adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya
mempunyai konflik dengan pemikiran timur.
Mira W
dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan
fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh
utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan
novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad
ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa
romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu
mengalahkan peran antagonisnya.
Namun
yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang
beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori
oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya.
Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar
baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat.
Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar